Obat Psikofarmaka – Pengertian, Jenis, Efek Sampingya

Obat Psikofarmaka

Tentu Anda bertanya mengapa saya harus mempelajari psikofarmaka? Anda harus mempelajari psikofarmaka karena salah satu peran yang anda lakukan sehari-hari adalah pemberian obat. Untuk mampu menjalankan peran tersebut, Anda harus mengetahui penggolongan, efek samping dan gejala putus zat akibat penggunaan obat psikofarmaka.

Pengertian Obat Psikofarmaka

Pengertian Obat Psikofarmaka

Bacaan Lainnya

Obat psikofarmaka disebut juga sebagai obat psikotropika, atau obat psikoaktif atau obat psikoteraputik. Penggolongan obat ini didasarkan atas adanya kesamaan efek obat terhadap penurunan aatau berkurangnya gejala.Kesamaan dalam susunan kimiawi obat dan kesamaan dalam mekanisme kerja obat.

Obat psikofarmaka adalah obat yang bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap aktivitas mental dan perilaku (mind and behavior altering drugs), digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik (psychotherapeutic medication).

Obat psikofarmaka, sebagai salah satu zat psikoaktif bila digunakan secara salah (misuse) atau disalahgunakan (abuse) beresiko menyebabkan gangguan jiwa.

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) penyalahgunaan obat psikoaktif digolongkan kedalam gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif. Gangguan mental dan perilaku tersebut dapat bermanifestasi dalam bentuk:

1. Intoksikasi akut (tanpa atau dengan komplikasi)

Kondisi ini berkaitan dengan dosis zat yang digunakan (efek yang berbeda pada dosis yang berbeda). Gejala intoksikasi tidak selalu mencerminkan aksi primer dari zat dan dapat terjadi efek paradoksal.

2. Penggunaan yang merugikan (harmful use)

Kondisi ini merupakan pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan (dapat berupa fisik dan atau mental). Pada kondisi ini belum menunjukkan adanya sindrom ketergantungan tetapi sudah berdampak timbulnya  kelemahan/hendaya psikososial sebagai dampaknya.

3. Sindrom ketergantungan (dependence syndrome)

Kondisi ini ditAndai dengan munculnya keinginan yang sangat kuat (dorongan kompulsif) untuk menggunakan zat psikoaktif secara terus menerus dengan tujuan memperoleh efek psiko aktif dari zat tersebut. Pada kondisi ini individu tidak mampu menguasai keinginan untuk menggunakan zat, baik mengenai mulainya, menghentikannya, ataupun membatasi jumlahnya (loss of control).

Pengurangan dan penghentian penggunaan zat ini, akan menimbulkan keadaan putus zat, yang akan mengakibatkan perubahan fisiologis yang sangat tidak menyenangkan, sehingga memaksa orang tersebut menggunakannya lagi atau menggunakan obat lain yang sejenis untuk menghilangkan gejala putus obat tersebut.

Untuk memperoleh efek yang sama (gejala toleransi), individu harus meningkatkan dosis penggunaan zat psikoaktif dan terus menggunakannya walaupun individu tersebut, menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya.

4. Keadaan putus obat (withdrawal state)

Keadaan putus obat adalah gejala-gejala fisik dan mental yang timbul  pada saat penghentian penggunaan zat yang terus menerus dalam jangka waktu panjang atau dosis tinggi.

Gejala putus obat, sangat tergantung pada jenis dan dosis zat yang digunakan. Gejala putus zat akan mereda bila pengguna meneruskan penggunaan zat. Ini merupakan salah satu indikator dari sindrom ketergantungan.

5. Gangguan psikotik

Merupakan sekumpulan gejala-gejala psikotik yang terjadi selama atau segera setelah penggunaan zat psikoaktif. Gejala psikotik ditandai dengan adanya halusinasi, kekeliruan identifikasi, waham dan atau ideas of reference (gagasan yang menyangkut diri sendiri sebagai acuan) yang seringkali bersifat kecurigaan atau kejaran.

Selain itu timbul gangguan psikomotor (excitement atau stupor) dan afek abnormal yang terentang antara ketakutan yang mencekam sampai pada kegembiraan yang berlebihan. Variasi gejala sangat dipengaruhi oleh jenis zat yang digunakan dan kepribadian pengguna zat

6. Sindrom amnestik

adalah hendaya/gangguan daya ingat jangka pendek (recent memory) yang menonjol. Pada sindrom ini juga  kadang-kadang muncul gangguan daya ingat jangka panjang (remote memory), sedangkan daya ingat segera (immediate recall) masih baik. Fungsi kognitif lainnya biasanya relatif baik.

Adanya gangguan sensasi waktu (menyusun kembali urutan kronologis, meninjau kejadian berulangkali menjadi satu peristiwa). Pada kondisi ini, kesadaran individu kompos mentis, namun terjadi perubahan kepribadian yang sering disertai apatis dan hilangnya inisiatif, serta kecenderungan mengabaikan keadaan.

Pelajari Juga: Materi Terapi Modalitas dalam Keperawatan Jiwa

Jenis-jenis Obat Psikofarmaka

Berikut jenis-jenis dari obat psikofarmaka yang perlu kamu ketahui, antara lain:

Jenis-jenis Obat Psikofarmaka

1. Obat anti-psikosis

Obat anti-psikosis merupakan sinonim dari neuroleptics, major transqualizer,ataractics, antipsychotics, antipsychotic drugs, neuroleptics. Obat-obat anti-psikosis merupakanantagonis dopamine yang bekerja menghambat reseptor dopamine dalam berbagai jaras otak.

Sedian obat anti-psikosis yang ada di Indonesia adalah chlorpromazine, haloperidol, perphenazine, fluphenazine, fluphenazine decanoate, levomepromazine, trifluoperazine, thioridazine, sulpiride, pinozide, risperidone.

Indikasi penggunaan obat ini adalah syndrome psikosis yang ditAndai dengan adanya hendaya berat dalam kemampuan daya menilai realitas, fungsi mental, dan fungsi kehidupan sehari-hari.

  • Sindrom psikosis dapat terjadi pada sindrom psikosis fungsional seperti skozofrenia, psikosis paranoid, psikosis afektif dan psikosis reaktif singkat. Dan pada
  • Sindrom psikosis organic seperti, sindrom delirium, dementia, intoksikasi alkohol, dan lain-lain.

2. Obat anti-depresi

Obat anti-depresi sinonim dari thymoleptic, psychic energizers, anti depressants, anti depresan. Sediaan obat anti-depresi di Indonesia adalah amitriptyline, amoxapine, amineptine, clomipramine, imipramine, moclobemide, maprotiline, mianserin, opipramol, sertraline, trazodone, paroxetine, fluvoxamine, fluoxetine.

Jenis obat anti-depresi adalah anti-depresi trisiklik, anti-depresi tetrasiklik, obat anti-depresi atipikal, Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), dan Inhibitor Monoamine Okside (MAOI).

Indikasi klinik primer penggunaan obat-obat anti-depresi adalah sindrom depresi yang dapat terjadi pada

  • Sindrom depresi panic, gangguan afektif bipolar dan unipolar. Gangguan distimik dan gangguan siklotimik.
  • Sindrom depresi organik seperti hypothyroid induced depression, brain injury depression dan reserpine.
  • Sindrom depresi situasional seperti gangguan penyesuaian dengan depresi, grief reaction, dll; dan sindrom depresi penyerta seperti gangguan jiwa dengan depresi (gangguan obsesi kompulsi, gangguan panic, dimensia), gangguan fisik dengan depresi (stroke, MCI, kanker, dan lain-lain).

3. Obat anti-mania

Obat anti-mania merupakan sinonim dari mood modulators, mood stabilizers, antimanics. Sediaan obat anti-mania di Indonesia adalah litium carbonate, haloperidol, carbamazepine.

Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom mania ditAndai adanya keadaan afek yang meningkat hampir setiap hari selama paling sedikit satu minggu.

Keadaan tersebut disertai paling sedikit 4 gejala berikut: Peningkatan aktivitas, lebih banyak berbicara dari lazimnya, lompat gagasan, rasa harga diri yang melambung, berkurangnya kebutuhan tidur, mudah teralih perhatian, keterlibatan berlebih dalam aktivitas. Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala seperti penurunan kemampuan bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.

4. Obat anti-ansietas

Obat anti-ansietas merupakan sinonim psycholeptics, minor transqualizers, anxiolytics, antianxiety drugs, ansiolitika. Obat anti-ansietas terdiri atas golongan benzodiazepine dan nonbenzodiazepin.

Sediaan obat anti-ansietas jenis benzodiazepine adalah diazepam, chlordiazepoxide, lorazepam, clobazam, bromazepam, oxasolam, clorazepate, alprazolam, prazepam. Sedangkan jenis non benzodiazepine adalah sulpiride dan buspirone. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom ansietas seperti:

  • Sindrom ansietas psikik seperti gangguan ansietas umum, gangguan panik, gangguan fobik, gangguan obsesif kompulsif, gangguan stress paska trauma.
  • Sindrom ansietas organic seperti hyperthyroid, pheochromosytosis, dll; sindrom ansietas situasional seperti gangguan penyesuaian dengan ansietas dan gangguan cemas perpisahan.
  • Sindrom ansietas penyerta seperti gangguan jiwa dengan ansietas (skizofrenia, gangguan paranoid, dll).
  • Penyakit fisik dengan ansietas seperti pada klien stroke, Myocard Cardio Infac (MCI) dan kanker dll.

5. Obat anti-insomnia

Obat anti-insomnia merupakan sinonim dari hypnotics, somnifacient, hipnotika. Sediaan obat anti-insomnia di Indonesia adalah nitrazepam, triazolam, estazolam, chloral hydrate.

Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom insomnia yang dapat terjadi pada:

  • Sindrom insomnia psikik seperti gangguan afektif bipolar dan unipolar (episode mania atau depresi, gangguan ansietas (panic, fobia); sindrom insomnia organic seperti hyperthyroidism, putus obat penekan SSP (benzodiazepine, phenobarbital, narkotika), zat perangsang SSP (caffeine, ephedrine, amphetamine).
  • Sindrom insomnia situasional seperti gangguan penyesuaian dengan ansietas/depresi, sleep, wake schedule (jet lag, workshift), stres psikososial.
  • Sindrom insomnia penyerta seperti gangguan fisik dengan insomnia (pain producing illness, paroxysmal nocturnal dyspnea).
  • Gangguan jiwa dengan insomnia (skizofrenia, gangguan paranoid).

6. Obat anti-obsesif kompulsif

Obat anti-obsesif kompulsif merupakan persamaan dari drugs used in obsessive-compulsive disorders. Sediaan obat anti-obsesif kompulsif di Indonesia adalah clomipramine, fluvoxamine, sertraline, fluoxetine, paroxetine. Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom obsesif kompulsi.

Diagnostik obsesif kompulsif dapat diketahui bila individu sedikitnya  dua minggu dan hampir setiap hari mengalami gejala obsesif kompulsif, dan gejala tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari (disability).

7. Obat anti-panik

Obat anti-panik merupakan persamaan dari drugs used in panic disorders. Sediaan obat anti-panik di Indonesia adalah imipramine, clomipramine, alprazolam, moclobemide, sertraline, fluoxatine, parocetine, fluvoxamine.

Penggolongan obat anti-panik adalah obat anti-panik trisiklik (impramine, clomipramine), obat anti-panik benzodiazepine (alprazolam) dan obat anti-panik RIMA/reversible inhibitors of monoamine oxydase-A (moclobmide) serta obat anti-panik SSRI (sertraline, fluoxetine,paroxetine, fluvoxamine). Indikasi penggunaan obat ini adalah sindrom panik.

Diagnostik sindrom panik dapat ditegakkan paling sedikit satu bulan individu mengalami beberapa kali serangan ansietas berat, gejala tersebut dapat terjadi dengan atau tanpa agoraphobia. Panik merupakan gejala yang merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas sehari-hari (phobic avoidance).

Pelajari Juga: Materi Perkembangan Keperawatan Jiwa di Dunia dan Di Indonesia

Efek Samping Obat Psikofarmaka

Berikut beberapa efek samping yang ditimbulkan obat psikofarmaka, antara lain:

Efek Samping Obat Psikofarmaka

1. Anti-psikosis

Efek samping penggunaan obat-obat anti psikotik sangat luas dan bervariasi, untuk itu seorang perawat dituntut untuk memberikan asuhan perawatan yang optimal, sehingga efek samping penggunaan obat ini tidak membahayakan klien.

  • Efek samping yang harus diperhatikan adalah sindrom ekstrapiramidal (EPS), baik jangka akut maupun kronik. Efek samping yang bersifat umum meliputi neurologis, behavioral, autoimun, autonomik. Reaksi neurologis yang terjadi adalah timbulnya gejala-gejala ekstrapiramidal (EPS) seperti reaksi distonia akut yang terjadi secara mendadak dan sangat menakutkan bagi klien seperti spasme kelompok otot mayor yang meliputi leher, punggung dan mata. Katatonia, yang akan mengakibatkan gangguan pada sistem pernafasan. Reaksi neurologis yang juga sering terjadi adalah akatisia ditAndai dengan rasa tidak tenteram, dan sakit pada tungkai, gejala ini akan hilang jika klienmelakukan gerakan.
  • Sindrom parkinson’s merupakan kelainan neurologis yang sering muncul sebagai efek samping penggunaan obat golongan ini. Gejala sindrom Parkinson meliputi akinesia, rigiditas/kekakuan dan tremor. Akinesia adalah suatu keadaan dimana tidak ada atau perlambatan gerakan, sikap tubuh klienkaku seperti layaknya sebatang kayu yang padat, cara berjalan inklin dengan ciri berjalan dengan posisi tubuh kaku kedepan, langkah kecil dan cepat dan wajah seperti topeng. Pada pemeriksaan fisik terjadi rigiditas/kekakuan pada otot, tremor halus bilateral di seluruh tubuh serta gerakan “memutar-pil” dari jari-jari tangan.
  • Reaksi behavioral akibat efek samping dari penggunaan obat ini ditAndai dengan banyak tidur, grogines dan keletihan.
  • Reaksi autoimun ditandai dengan penglihatan kabur, konstipasi, takikardi, retensi urine, penurunan sekresi lambung, penurunan berkeringat dan salivasi (mulut kering), sengatan panas, kongesti nasal, penurunan sekresi pulmonal, “psikosis atropine” pada klien geriatrik, hiperaktivitas, agitasi, kekacauan mental, kulit kemerahan, dilatasi pupil yang bereaksi lambat, hipomotilitas usus, diatria, dan takikardia.
  • Reakasi autonomik (jantung) biasanya terjadi pening/pusing, takikardia, penurunan tekanan darah diastolic. Reaksi akut merugikan dan jarang terjadi pada penggunaan anti-psikosis adalah reaksi alergi, abnormalitas elektrokardiography dan neurologis yang biasanya terjadi kejang grand mal dan tidak ada tAnda aura.
  • Reaksi alergi yang terjadi meliputi agranulositosis, dermatosis sistemik, dan ikterik. Agranulositosis yang terjadi secara mendadak, demam, malaise, sakit tenggorokan,ulserativa, leukopenia. Dermatosis sistemik, yaitu adanya makupopapular, eritematosa, ruam gatal pada wajah-leher-dada-ekstrimitas, dermatitis kontak jika menyentuh obat, fotosensitifitas yaitu adanya surbun hebat. Ikterik dengan adanya demam, mual, nyeri abdomen, malaise, gatal, uji fungsi lever abnormal.
  • Efek Samping Jangka Panjang. 1) Efek samping jangka panjang yang umum terjadi gejala-gejala eksrapiramidal. Diskinesia tardif merupakan efek samping jangka panjang yang umum terjadi yaitu adanya protrusi lidah/kekakuan lidah, mengecapkan bibir, merengut, menghisap, mengunyah, berkedip, gerakan rahang lateral, meringis; anggota gerak, bahu melorot, “pelvic thrusting”, rotasi atau fleksi pergelangan kaki, telapak kaki geplek, gerakan ibu jari kaki. 2) Efek samping jangka pendek atau jangka panjang yang jarang terjadi tetapi mengancam jiwa adalah adanya sindrom malignan neuroleptik yang ditAndai dengan adanya demam tinggi, takikardia, rigiditas otot, stupor, tremor, inkontinensia,, leukositosis, kenaikan serum CPK, hiperkalemia, gagal ginjal, peningkatan nadi-pernapasan dan keringat.

2. Anti-depresi

  • Efek sedasi seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor berkurang, kemampuan kognitif menurun.
  • Efek antikolinergik seperti mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardia.
  • Efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan hantaran elektrokardiografi, hipotensi.
  • Efek neurotoksis seperti tremor halus, gelisah, agitasi, insomnia.

Efek samping ringan mungkin timbul akibat penggunaaan obat jenis ini (tergantung daya toleransi dari klien), biasanya berkurang setelah 2-3 minggu bila tetap diberikan dengan dosis yang sama.

Pada keadaan overdosis/ intoksikasi trisiklik dapat timbul atropine toxic syndrome dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic convulsional state” (confusion, delirium dan disorientasi).

3. Anti-mania

Efek samping penggunaan lithium erat hubungan dengan dosis dan kondisi fisik klien. Gejala efek samping yang dini pada pengobatan jangka lama seperti mulut kering, haus, gastrointestinal distress (mual, muntah, diare, feses lunak), kelemahan otot, poli uria, tremor halus.

Efek samping lain hipotiroidisme, peningkatan berat badan, perubahan fungsi tiroid (penurunan kadar tiroksin dan peningkatan kadar TSH/thyroid stimulating hormone), odem pada tungkai, seperti mengecap besi, lekositosis, gangguan daya ingat dan konsentrasi pikiran menurun.

4. Anti-ansietas

Efek samping penggunaan obat anti-ansietas dapat berupa sedasi seperti rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif melemah; relaksasi otot seperti ras lemes, cepat lelah.

Potensi menimbulkan ketergantungan obat disebabkan oleh efek samping obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosis terakhir berlangsung sangat cepat.

Penghentian obat secara mendadak akan menimbulkan gejala putus obat, klien menjadi iritabel, bingung, gelisah, insomnia, tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi. Ketergantungan relative lebih sering terjadi pada individu dengan riwayat peminum alkohol, penyalahgunaan obat.

5. Anti-insomnia

Efek samping penggunaan obat anti-insomnia diantaranya adalah depresi susunan saraf pusat terutama pada saat tidursehingga memudahkan timbulnya koma, karena terjadinya penurunan dari fungsi pernafasan, selain itu terjadi uremia, dan gangguan fungsi hati. Pada klien usia lanjut dapat terjadi “oversedation” sehingga risiko jatuh dan Hip fracture (trauma besar pda sistem muskulo skleletal). Penggunaan obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dalam jangka panjang yaitu “rage reaction” (perilaku menyerang dan ganas).

6. Anti obsesis kompulsif

Efek samping penggunaan obat anti-obsesif kompulsif, sama seperti obat anti-depresi trisiklik, yaitu efek anti-histaminergik seperti sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun; efek anti-kolinergik seperti mulut kering, keluhan lambung, retensi urin, disuria, penglihatan kabur, konstipasi, gangguan fungsi seksual, sinus takikardi; efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan gambaran elektokardiografi, hipotensi ortostatik; efek neurotoksis seperti tremor halus, kejang epileptic, agitasi, insomnia.

Efek samping yang sering dari penggunaan anti-obsesif kompulsif jenis trisiklik adalah mulut kering dan konstipasi, sedangkan untuk golonggan SSRI efek samping yang sering adalah nausea dan sakit kepala. Pada keadaan overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik dengan gejala eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiprpireksia, konvulsi, “toxic confusional state”(confusion, delirium, disorientasi).

7. Anti-panik

Efek samping penggunaan obat anti-panik golongan trisiklik dapat berupa efek anti-histaminergik seperti sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun; efek anti-kolinergik seperti mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur, konstipasi, sinus takikardi; efek anti-adrenergik alfa seperti perubahan gambaran elektrokardiografi, hipotensi ortostatic; efek neurotoksis seperti tremor halus, kejang, agitasi, insomnia.

Pada kondisi overdosis dapat terjadi intoksikasi trisiklik dengan gejala-gejala seperti eksitasi susunan saraf pusat, hipertensi, hiperpireksia, konvulsi, “toxic confusional satate” (confusion, delirium, disorientasi).

Uji Kemampuanmu: Latihan Soal-soal Konsep Psikofarmaka

Penutup

Demikian penjelasan lengkap tentang materi obat psikofarmaka. Perawat memiliki peranan yang penting dalam program terapi psikofarmaka. Perawat harus memahami prinsip-prinsip dalam pemberian obat psikofarmaka yang meliputi jenis, manfaat, dosis, cara kerja obat dalam tubuh, efek samping, cara pemberian, kontra indikasi.

Referensi: Nurhalimah. 2016. Bahan Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan: BPPSDM.

5/5 – (3 votes)

DIREKOMENDASIKAN UNTUK ANDA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *